SALSA MEBEL

Kerangka produk diproduksi menurut kebutuhan desain dan dilanjutkan dengan pengeringan. Proses pengeringan kerangka produk, dilakukan dengan bantuan sinar matahari dan diletakkan pada sekitar tempat produksi.

SALSA MEBEL

Proses berikutnya adalah menggabungkan antara rangka dengan bahan tali kertas. Tali kertas di anyam pada kerangka baik secara langsung atau dibuat blok anyaman terlebih dahulu. Proses anyaman dilakukan secara manual dengan alat bantu paku dan palu atau mesin staples.

SALSA MEBEL

Bahan baku pembuatan mebel utamnya dari Kayu atau rotan sebagai kerangka, kertas bekas dan bahan-bahan pembantu untuk proses produksi dan finishing.

SALSA MEBEL

Proses pemintalan kertas bekas menjadi tali kertas dilakukan di Desa Karangjati, Boyolali yang terletak jauh (lebih kurang 20 km) dari pembuatan produk mebel di desa Ds. Trangsan, Gatak Sukoharjo.

SALSA MEBEL

Tali kertas selama ini dibuat dengan cara manual. Kertas koran, kertas semen dan atau kertas craft limbah pabrik dipotong-potong selebar 5 cm dan panjang sampai 13 m (tergantung jenis kertas), kemudian potongan limbah kertas dipilin menjadi tali yang padat.

Minggu, 14 Oktober 2012

BUKU: Teknik Anyam Limbah Kertas

Resume Buku Bab VI
Model Pengujian Kekuatan Tarik Mebel Berbahan Tali Kertas (Limbah)

Penyusun : Suryato, Suharto, Iwan Hermawan
Buku ISBN. Produk Luaran PPM- IBPE

Produk kerajinan yang terdiri dari berbagai jenis tas, tikar, sandal, lampion dan lain-lain banyak dibuat oleh masuarakat dengan mengandalkan asa kegunaan dan seni dari bahan baku bamboo, pandan, mending dan lain-lain. Berbagai produk kerajinan anyaman ini telah lama dikenal oleh masyarakat pedesaan di Indonesia.
 
Anyaman adalah hasil kreatif yang dikerjakan secara manual yang memerlukan ketekunan, ketelitian dan kerajinan dalam mengerjakannya. Secara sosial ekonomis produk anyaman menampung tenaga kerja yang lebih banyak dibanding produk kerajinan bukan anyaman. Produk bukan anyaman bisa dikerjakan secara masinal, sedangkan produk kerajinan anyaman harus dikerjakan secara manual oleh tangan-tangan kreatif dari pengrajin yang memiliki keterampilan dan seni. Berbagai contoh produk kerajinan dari hasil anyaman disajikan berikut ini.


Kerajinan yang perkembangannnya mengalami peningkatan yang pesat dan diminati oleh berbagai kalangan baik dalam maupun luar negeri adalah kerajinan anyaman serat alam. Berbagai bahan dari serat alam seperti mendong, gebang, serta agel dan gedebog pisang sangat menarik untuk dibuat kerajinan. Jenis barang kerajinan yang terbuat dari bahan baku tersebut antara lain berbagai tas, taplak meja, perlengkapan meja makan bahkan hingga kotak pakaian dan benda fungsional lainnya. Kerajinan anyam-anyaman pada awalnya hanya terbatas pada hobi yang kemudian terus berkembang pesat pada bahan-bahan lain terutama serat tumbuh-tumbuhan, seperti : sisal, pandan, mendong, serta agel dan lain-lain.

 Pemanfaatan limbah menjadi bahan baku produk kerajinan mulai banyak dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya oleh UKM. Salah satu UKM yang memanfaatkan limbah kertas koran untuk pembuatan produk kerajinan adalah UKM Usaha Bina Mandiri di desa Surakarta, Propinsi Jawa Tengah. Gagasan ini sangat unik dan agaknya belum dikenal luas oleh pengrajin pada umumnya. Perintis usaha industry mebel dengan memanfaatkan kertas limbah ini adalah Ibu Siti Aminah pemilik UKM Usaha Bina Mandiri di Surakarta.

Tali kertas yang diuji dalam pengembangan produk kerajinan limbah tali kertas, ada dua macam, yaitu tali kertas craft (TKC) dari bahan kertas craft di UKM I yang panjangnya sampai 12 meter lebih, dan tali kertas dari bahan limbah kertas koran (TKK) yang panjangnya 60 cm. TKC memiliki kualitas yang lebih baik sehingga terbukti digunakan untuk produk mebel kualitas ekspor oleh UKM 1 di Boyolali, sedangkan TKK memiliki kualitas sedang tetapi bisa digunakan untuk anyaman kerajinan tangan juga kualitas ekspor oleh UKM 2 di Surakarta.

 Untuk pengukuran kualitas kertas ini dipilih pendekatan praktis sesuai kebutuhan
tali kertas sebagai bahan anyaman (mebel dan kerajinan tangan) yaitu:

Standar ukuran diameter tali:
TKC: 2,0 s.d. 2,5 mm
TKK: 2,0 s.d. 2,5 mm
TKK: 4,0 s.d. 4,5 mm
Kekuatan tarik dalam N/mm2
Kepadatan tali dalam gram/meter

Ukuran tali tesebut didapat dari pengukuran tali kertas yang dipakai untuk anyaman mebel dan barang kerajinan tangan dan penjelasan pimpinan UKM 1 dan UKM 2. Pengujian kualitas tali kertas didasarkan pada hasil pengukuran ukuran diameter, kekuatan tarik dan kepadatan tali.

 * Persiapan Pengujian Produk Tali Kertas 

A. Bahan
Bahan uji tali kertas adalah tali kertas yang dihasilkan dari proses pemilinan kertas oleh UKM 1 berupa tali TKC berukuran diameter d = 2 mm, dan proses pemilinan oleh UKM 2 berupa tali TKK dengan ukuran d = 2,5 mm dan  d = 4 mm. Pengukuran diameter kertas dilakukan dengan jangka sorong (vernier caliper). Bahan uji tali kertas tersebutr kemudian dipersiapan sebagai sampel untuk pengujian kekuatan tarik dan sampel untuk pengujian kepadatan tali kertas seperti disajikan tabel berikut ini.


      Tabel -1. Sampel untuk pengujian tarik tali kertas
Jenis Tali kertasUkuran panjang
(L) mm
Diameter
 (d) mm
Jumlah sampel
(1)  TKC (Tali Kertas Craft)(2)     200(3)     2 (4)     5
(5)  TKK (Tali Kertas Koran)(6)     200(7)     2 (8)     5
(9)  TKK (Tali Kertas Koran)(10)   200(11)   4 (12)   5
     










Gambar VI.1. Sampel Tali Kertas Craft (a) dan Tali Kertas Koran (b)
 
      Tabel 2. Sampel untuk pengujian kepadatan tali kertas
Jenis Tali kertasUkuran panjang
(L) mm
Diameter
 (d) mm
Jumlah sampel
(1)  TKC (Tali Kertas Craft)15025
(2)  TKK (Tali Kertas Koran)5002,5 5
(3)  TKK (Tali Kertas Koran)5004 5
     
















B. Alat
Pengukuran sampel untuk mendapatkan data panjang sampel dan diameter sampel dilakukan dengan jangka sorong (vernier caliper) sperti diperlihatkan Gambar 32. Hasil Pengukuran panjang dan diameter sampel disajikan pada Tabel 1 dan 2.














  




 * Pengujian kekuatan tarik tali kertas
Pengujian kekuatan tarik tali kertas dilakukan di Laboratorium Mesin, Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Semarang. Pengujian dilakukan oleh anggota tim IbPE dari Dosen Jurusan Teknik Mesin . Mesin uji tarik yang dipergunakan adalah mesin uji tarik universal (universal Testing machine) dengan spesifikasi sebagai berikut:

Nama Alat          :     Universal Testing Machine
Merk                   :     Tarno Grocki-Prüfsysteme
                                  Hottinger Balwin Messtechnik (HBM)
                                  Grossanzeiger GA 03V/483
Type                  :       UPH 100 KN
Kom. Nr.           :       2/80514-5-17314/440
                                  Alb. Von Tarnogrocki GmbH-4240
                                 Emmerich am hein/ Material prüfmaschine N

















Pengukuran kekuatan tali kertas dilakukan dengan mesin uji tarik (tensile testing machine) seperti terlihat pada Gambar VI-5.














Kekuatan tarik kertas diukur dengan rumus                                       
 
σ = F/ A    ………………………………………………………................ (1)
di mana σ = kekuatan tarik maksimum dalam satuan [N/mm2]; F = gaya tarik maksimum sampai tali kertas putus [N]; dan A = luas penampang tali kertas dianggap bulat [mm2]. Luas penampang tali dihitung dengan rumus 
                                         
A= phi / 4 * D (kuadrat) ……………………………………………………..(2)
di mana A =  luas penampang dalam [mm2]; dan d = diameter tali dalam [mm].
           
Masing-masing ujung sampel tali kertas sepanjang 50 mm dijepit pada rahang penarik pada mesin uji tarik, sehingga panjang kedua ujung jepitan tali berjarak 100mm. Kemudian gaya tarik dikenakan pada kedua ujung jepitan tali kertas hingga putus. Gaya tarik hingga putus terukur pada penunjuk ukuran gaya tarik maksimum.






















Setelah pengujian sampel tali kertas putus (lihat Gambar VI-7) dan menghasilkan data kekuatan tarik dalam satuan gaya persatuan luas (N/mm2). Kekuatan tarik ini menunjukkan kualitas kekuatan kertas terhadap beban tarik.


















Setelah pengujian sampel tali kertas putus (lihat Gambar VI-8) dan menghasilkan data kekuatan tarik dalam satuan gaya persatuan luas (N/mm2). Kekuatan tarik ini menunjukkan kualitas kekuatan kertas terhadap beban tarik.
















* Pengujian kepadatan tali kertas
Kepadatan tali kertas diukur dengan menimbang berat tali kertas dengan panjang tertentu. Sampel tali kertas dengan panjang tertentu (lihat Tabel 2) ditimbang, kemudian kepadatan tali kertas dihitung dengan  rumus:
  
ρ = w/l………………………………………………………………...(3)

di mana ρ = kepadatan tali dalam [gram/meter]; W = massa tali dalam [gram]; dan panjang sampel dalam [meter]. Timbangan yang dipergunakan, lihat Gambar 33, adalah timbangan digital dengan spesifikasi sebagai berikut:














  




 * Simpulan Pengujian Tali Kertas 
a. Kekuatan Tarik TKC Berdiameter 2 mm
Hasil pengujian kekuatan tarik tali kertas jenis TKC disajikan dalam Tabel D3 berikut ini. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh gaya tarik maksimum (Fmax) rerata sebesar 155 (N). Luas penampang tali jenis TKC dengan diameter d = 2 mm sebesar A = (π/4)d2 = 3,14 (mm2).
Dengan perhitungan tersebut maka kekuatan tarik (σ) tali kertas jenis TKC sebesar
          σ =155/ 3,14 = 49,36(N/mm2)
b. Kekuatan Tarik TKK Berdiameter 2,5 mm
Hasil pengujian kekuatan tarik tali kertas jenis TKK disajikan dalam Tabel D.4 berikut ini. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh gaya tarik maksimum (Fmax) rerata sebesar 25 (N). Luas penampang tali jenis TKK dengan diameter d = 2,5 mm sebesar A = (π/4)d2 = 4,90 (mm2).
Dengan perhitungan tersebut maka kekuatan tarik (σ) tali kertas jenis TKK sebesar
            σ = 25/ 4,90 = 5,10 (N/mm2)
c. Kekuatan Tarik TKK Berdiameter 4 mm
Hasil pengujian kekuatan tarik tali kertas jenis TKK disajikan dalam Tabel D5 berikut ini. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut diperoleh gaya tarik maksimum (Fmax) rerata sebesar 75 (N). Luas penampang tali jenis TKK dengan diameter d = 4 mm sebesar A = (π/4)d2 = 12,56 (mm2).
Dengan perhitungan tersebut maka kekuatan tarik (σ) tali kertas jenis TKC sebesar
          σ = 75/12,56 = 5,97(N/mm2)
Berdasarkan hasil pengukuran kekuatan tarik tali kertas hasil pengukuran
disajikan dalam Tabel 6.
d. Kepadatan Tali TKC Berdiameter 2 mm
Hasil pengujian kepadatan tali kertas TKC disajikan Tabel D7 berikut ini. Berdasarkan data tersebut. Besarnya berat W rerata sebesar (N) dengan panjang L = 0,15 m, maka kepadatan sebesar ρ
ρ = 0,39544/ 0,15 = 2,636 (gram/m)
e. Kepadatan Tali TKK Berdiameter 2,5 mm
Hasil pengujian kepadatan tali kertas TKC disajikan Tabel D8 berikut ini. Berdasarkan data tersebut. Besarnya berat W rerata sebesar (N) dengan panjang L = 0,15 m, maka kepadatan sebesar ρ
 ρ = 1,17472/ 0,50 = 2,34944 (gram/m)
f. Kepadatan Tali TKK Berdiameter 4 mm
Hasil pengujian kepadatan tali kertas TKC disajikan Tabel D9 berikut ini. Berdasarkan data tersebut. Besarnya berat W rerata sebesar (N) dengan panjang L = 0,15 m, maka kepadatan sebesar ρ.
 ρ = 2,27034/ 0,50 =4,54068 (gram/m)

* Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tarik dan kepadatan tali kertas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
(1) Kekuatan tali kertas TKC (tali kertas craft) sebesar 6 (N/mm2) dengan kepadatan 2,636 (gram/m) memenuhi syarat kualitas untuk bahan anyaman mebel seperti meja dan kursi yang memerlukan keuatan menahan beban.
(2)  Kekuatan tali kertas TKK (tali kertas koran) 2,5 mm memiliki kepadatan 2,34944 (gram/m) dengan kekuatan tarik (N/mm2) memenuhi syarat untuk barang kerajinan yang tidak menahan beban berat seperti barang kerajinan dan dekorasi.
(3)  Kekuatan tali kertas TKK (tali kertas koran) 4 mm memiliki kepadatan 4,54068 (gram/m) dengan kekuatan tarik (N/mm2) memenuhi syarat untuk barang kerajinan yang tidak menahan.


Konsep Produksi UKM Salsa Mebel

Production is divided into two main processes for preparing preproduction and production of paper rope to make furniture assembly or assembly in accordance with customer orders. SMEs Salsa Furniture in production activities pemberddayaan people always pay attention to aspects of the environment. Submersible raw material in the form of 15-meter rope strands done by the mother-housewife didesa reef teak, Mexico. It is a concern of social be an owner (ali infallible) to participate in revenue sharing in the surrounding communities of overflow demand furniture wicker waste paper that is in demand dieropa east asia and australia.
To support that need rope paper as the main material in this industry team IbPE 2011 -2013 Semarang State Polytechnic (PPM Higher Education) chaired by Iwan Hermawan has developed a machine gyre along 10 meter rail to support the strengthening of the capacity of SMEs Salsa Furniture. With the machine paper rope fulfillment capacity increased 150% compared with the previous method of manually performed by mothers in Boyolali. Obstacles began to appear in the presence of machine income from reef teak boyolali villagers who relied partly from the manufacture of paper rope strands become unproductive so that even a rope-making machine waste paper by a team of successful but left IbPE counterproductive for the issues that originally provided the raw materials to SMEs salsa Furniture.
Starting from the idea of Semarang State Polytechnic IbPE team did a survey and research development in Pekalongan ATBM models to modify it as support for the industry and furniture wicker waste paper. Modifications on ATBM done in order to create new value function of the original ATBM as manual loom in konfersi a loom to create flannel or anayaman on paper rope. Innovation is the future ATBM paper rope used as a substitute for productive activities for mothers previously as working papers will be making rope rope weavers working paper. So it is a program that provides solutions IbPE on improving the quality of production and attention to job creation functions to residents of SMEs. In the field poduksi to assemble products Salsa Furniture SMEs rely on some skilled workers carried from the creation of the initial design, through to finishing assembly, where all production activities are carried out in villages Gatak Transan Sukoharjo.
Produksi terbagi menjadi 2 proses utama yaitu praproduksi untuk menyiapkan tali kertas dan produksi untuk melakukan assembly atau perakitan pada mebeler sesuai dengan pesanan konsumen. UKM Salsa Mebel dalam kegiatan produksi selalu memperhatikan aspek pemberddayaan masyarakat dari lingkungan sekitarnya. Selam ini pemenuhan bahan baku berupa pilinan tali  sepanjang 15 meter dikerjakan oleh ibu-ibu rumah tangga didesa karang jati,Boyolali. Hal ini merupaka bentuk kepedulian social pemilik (ali maksum) untuk turut membagi pendapatan pada masyarakat sekitarnya dari limpahan permintaan mebel limbah anyam kertas yang sangat diminati dieropa asia timur maupun australia.
Untuk mensuport kebutuhan tali kertas sebagai bahan material utama dalam industry ini tim IbPE 2011 -2013 Politeknik Negeri Semarang (PPM Dikti) yang diketuai Iwan Hermawan telah mengembangkan mesin pilin rel sepanjang 10 meter untuk mendukung penguatan kapasitas produksi UKM Salsa Mebel. Dengan adanya mesin tersebut kapasitas pemenuhan tali kertas meningkat 150% dibanding dengan metode sebelumnya yang dilakukan manual oleh ibu-ibu di Boyolali. Kendala mulai muncul dengan adanya mesin tersebut pendapatan dari penduduk desa karang jati boyolali yang sebagian mengandalkan dari pembuatan pilinan tali kertas menjadi tidak produktif sehingga walaupun pembuatan mesin limbah tali kertas oleh tim IbPE berhasil namun meninggalkan permasalahan kontra produktif bagi penduduk yang semula menyediakan bahan baku pada UKM Salsa Mebel.
Berawal dari pemikiran tersebut tim IbPE Politeknik Negeri Semarang melakukan survey dan riset pengembangan model ATBM di Pekalongan untuk memodifikasinya sebagai dukungan pada industry anyam dan mebel limbah kertas. Modifikasi pada ATBM dilakukan untuk mencipatakan nilai fungsi baru dari ATBM yang semula sebagai alat tenun manual di konfersi menjadi alat tenun untuk menciptakan flannel atau anayaman pada tali kertas. Inovasi ATBM tali kertas ini kedepannya digunakan sebagai subtitusi kegiatan produktif bagi ibu-ibu yang sebelumnya sebagai pekerja pembuat tali kertas akan menjadi pekerja penenun tali kertas. Sehingga hal tersebut merupakan program IbPE yang memberikan solusi mengenai peningkatan kualitas produksi sekaligus memperhatikan fungsi penciptaan lapangan pekerjaan pada penduduk disekitar UKM. Pada Bidang poduksi untuk merakit produk UKM Salsa Mebel mengandalkan beberapa pekerja terampil yang dilakukan mulai dari penciptaan desain awal, perakitan sampai dengan finishing, dimana semua kegiatan produksi tersebut dikerjakan didesa Gatak Transan SUkoharjo.

Rabu, 29 Agustus 2012

Perkembangan Dunia Industri


            Konsep pengambangan industry kreatif Indonesia membutuhkan akselerasi yang dinamis. Akselerasi yang didapatkan tidak terlepas dari  konten manajemen pengetahuan dan konsep strategi pengembangan berbasis triple helig. Konsep triple helig mengakomodasi kebutuhan industry berupa akses bagi percepatan bidang usaha, management, akses ketersediaan bahan baku dan permasaran. Pada sisi lain peran perguruan tinggi sebagai innovator yang mampu mengcreat supporting tools dalam industry kreatif seperti mesin, perangkat lunak, peragkat keras maupun metodologi penyelesaian sangat dibutuhkan bagi terciptanya akselerasi industry kreatif di Indonesia. Sementara peran pemerintah akan cenderung lebih dominan pada sisi regulari yang memihak pada pengusaha kecil, UKM maupun industry berbasis kerakyatan serta peranannya dalam diseminasi informasi pada khalayak.
             Implementasi pada UKM berbasis mebel dan anyam adalah bagaimana mensinergikan kebutuhan bagi percepatan industry seperti halnya yang telah dikembangkan tim IbPE Politeknik Negeri Semarang mendorong tumbuhnya wira usaha baru (tennan) dalam industry mebel anyam limbah kertas yang sampai saat ini 100% adalah memenuhi kebutuhan export serta terciptanya peluang skema dukungan investasi kredit regulasi yang dimotori oleh pemerintah daerah dalam mendukung kinerja UKM yang mana pada akhirnya pengembangan industry ini akan berdampak pada terciptanya lapangan pekerjaan baru, tingkat survive dari industry input PAD yang memberikan dukungan percepatan pembangunan daerah dalam contents kontribusi export non migas.

          The concept of floating Indonesia creative industry requires a dynamic acceleration. Acceleration obtained is inseparable from the concept of knowledge management and content development strategy based triple helig. The concept of triple helig accommodate the needs of industry in the form of access to the acceleration of the business, management, access and availability of raw materials permasaran. On the other hand the role of universities as innovators capable mengcreat tools supporting the creative industries such as machinery, software, hardware and methodologies peragkat resolution is necessary for accelerating the creation of creative industry in Indonesia. While the role of the government is likely to be more dominant on the regulari in favor of small entrepreneurs, SMEs and industry-based democracy and their role in the dissemination of information to the audience.           Implementation of the SME-based furniture and wicker is how to synergize the need for speed as well as the industry has developed a team of Semarang State Polytechnic IbPE encourage new entrepreneurship (Tennan) in the waste paper wicker furniture industry, which until now is 100% export needs as well as the creation of credit investment opportunities regulatory support schemes initiated by the local government in supporting the performance of SMEs which in turn will impact the development of this industry in the creation of new jobs, the rate of survival of the industry input PAD provides support accelerated development of the region in the contents contribution of non-oil exports.

Inovasi Industri Eceng Gondok Bertahan Dalam Krisis Global Eropa

       Krisis global Eropa yang memiliki dampak moneter langsung pada beberapa negara di Eropa dan di luar Eropa, berimbas juga pada perdagangan global khususnya berkaitan dengan ekspor impor tidak terkecuali industri mebel di Asia maupun di Indonesia.  Berbagai inovasi diperlukan untuk memperpanjang siklus hidup produk agar dapat bertahan dalam krisis, salah satu contohnya adalah industri limbah kertas Sukoharjo yang melakukan inovasi material bahan dari pelepah pisang maupun eceng gondok menjadi berbahan limbah tali kertas yang kemudian disulap menjadi mebel-mebel cantik berkuliatas ekspor.

Selasa, 28 Agustus 2012

The global crisis and the European furniture industry Indonesia

Export value of Indonesia which was released BPS (April 2012) allegedly reached USD 15.98 billion, but also indicated a decline in exports in April compared to the previous year (-3.46%). Closing of the Ministry of Cooperatives and SMEs in boosting export the products of SMEs through the application of our products and manajenen standarisai quality and halal products, where the main problem of SMEs in Indonesia to date is the scope of the problem of competitiveness especially with treated asean economic community by 2015. Moreover, also the emergence of the crisis and the global recession in Europe that is still unresolved needs serious attention.
Salsa Furniture SMEs to develop the concept of standardization to ensure product ordered furniture or furniture viable international quality standards such as Just like in developing material made ​​from waste paper rope is strong, not easily broken, tough not being able to withstand the load moldy sitting on 100kg and has a resistance to weather . According to Ali Maksum furniture buyer-owners salsa foreign buyers often visit his house they own by tensile test extend the resulting string to test its strength, but the rope is created from waste is not broken, that's where the foreign buyer-buyer trust in the quality of waste generated string as an indicator of the durability of the furniture. From furniture industry led by Mr Ali Maksum is one central java icon creative industry can survive in the midst of a global crisis of Europe, this is in line with the key to the development of competitiveness and the implementation of a good quality standard as the basis for achieving the trust its customers.
Nilai export Indonesia yang dirilis BPS (April 2012) ditengarai mencapai USD 15,98 Milyar namun juga mengindikasikan adanya penurunan disbanding export pada bulan april tahun sebelumnya (-3,46%).  Menutup dari kementrian koperasi dan UKM dalam mendongkrak export produk-produk UKM melalui penerapan standarissai produk dan manajenen mutu serta kehalalan produk, dimana problem utama dari UKM di Indonesia ssampai saat ini adalah lingkup permasalahn daya saing apalagi dengan diperlakukan masyarakat ekonomi asean 2015. Terlebih juga munculnya krisis dan resesi global dieropa yang sampai saat ini masih belum tuntas perlu mendapatkan perhatian serius.
UKM Salsa Mebel mengembangkan konsep standardisasi produk dengan memastikan mebeler atau furniture yang dipesan memiliki kelayakan baku mutu internasional misalnya sepertihalnya dalam mengembangkan material tali berbahan limbah kertas yang kuat, tidak mudah putus, ulet tidak berjamur  yang mampu menahan beban duduk diatas 100kg serta memiliki ketahanan terhadap cuaca. Menurut Ali Maksum pemilik salsa mebel buyer-buyer asing sering mengunjungi kerumahnya mereka melakukan uji tarik sendiri dengan cara mementang tali yang dihasilkan untuk menguji kekuatannya namun tali yang diciptakan dari limbah tersebut tidak putus, dari sanalah buyer-buyer asing percaya pada kualitas limbah tali yang dihasilkan sebagai indicator durabilitas dari mebel. Dari sini industry mebel yang dipimpin Bapak Ali Maksum yang merupakan salah satu icon industry kreatif jawa tengah dapat bertahan ditengah-tengah krisis global eropa, hal ini sejalan dengan kunci pengembangan daya saing dan penerapan standar kualitas yang baik sebagai dasar mencapai kepercayaan pelanggan-pelanggannya.

Inovasi material bahan pada industry mebel

Innovations in materials of the furniture industry
The dynamics of growth and development for the materials of the furniture and handicraft industry unique content based on the uniqueness of the local culture, such as Jepara carving, batik, industry, water hyacinth, rattan furniture industry made ​​from banana and rattan-based furniture industry and requires an innovative plastic fiber materials in order to survive in the business world and meet the tastes of domestic consumers and export. Material changes in the furniture materials are constantly evolving due to the needs of the market and the emergence of constraints tastes that are not resolved in a settlement in the concrete. For example, in the furniture industry based material where water hyacinth infestation and fungal problems that arise can not be resolved properly within the framework of the concept of global marketing, some countries do not want a mix of chemicals such as melamine, paint materials, Duko attached diimportnya furniture products.  
On the other hand European countries and Australia east asia couples interested in furniture made from waste (recycled product) because it is considered more environmentally friendly and so that notice of the team's departure from thinking IbPE pilines partner with SMEs (salsa furniture) grow the ingredients an innovative material made ​​from waste paper which is used as a material substitute for sisal fibers that had been relatively problematic and also decreased cycle of the product life cycle. Materials developed materials made ​​of waste paper and kraft paper newspaper, the material is cut to the width of the material that has a certain size and then do the torsion to form a rope with a length of 15m. Rope length is then spun to get the flannel sheets, the sheet will be used as a coating on the chairs, tables, boxes, bins, beds, mattresses beach, car seats and other furniture.

-->
Dinamika pertumbuhan dan perkembangan material bahan bagi industry mebel maupun kerajinan unik berbasis content keunikan budaya lokal, seperti ukiran jepara, motif batik,  industry eceng gondok, rotan industry mebel berbahan pelepah pisang maupun industry mebel berbasis rotan dan serat plastic membutuhkan suatu inovasi bahan material agar dapat tetap survive dalam dunia usaha serta memenuhi selera konsumen domestic dan eksport. Perubahan material bahan mebel yang senantiasa berkembang dikarenakan kebutuhan selera pasar maupun munculnya kendala yang tidak tersolusikan dalam sebuah penyelesaian secara konkret. Contohnya dalam industri mebel berbasis material eceng gondok dimana kendala jamur dan kutu yang muncul belum dapat diselesaikan dengan baik dalam kerangka konsep pemasaran global, beberapa Negara tidak menginginkan adanya campuran kimia seperti melamin, material cat, duko yang melekat pada produk mebel yang diimportnya.
Pada sisi lain Negara-negara eropa asia timur dan Australia sangan meminati mebel berbahan limbah (recycle product) karena dinilai lebih ramah lingkungan dan unuk sehinga berangkat dari pemikiran tersebut tim IbPE pilines bersama ukm mitra ( salsa mebel) mengembangakan sebuah material bahan inovatif berbahan limbah kertas yang digunakan sebagai material subtitusi bagi serat eceng gondok yang selama ini relative bermasalah dan juga mengalami penurunan daur siklus hidup produk. Material bahan yang dikembangkan berbahan limbah kertas Koran maupun kertas kraft, material bahan tersebut dipotong dengan lebar yang memiliki ukuran tertentu kemudian dilakukan pilinan sampai membentuk tali dengan panjang 15m. Tali dengan panjang tersebut selanjutnya dianyam untuk mendapatkan lembaran planel, lembaran tersebut nantinya digunakan sebagai lapisan pada kursi, meja, box, tempat sampah, tempat tidur, kasur pantai, jok mobil maupun furniture lainnya.

Rabu, 22 Agustus 2012

Recycled for Export- Oriented Handicrafts


Recycled Newsprint for Export-Oriented Handicraft ProductsCreative Hands Crafts Industry Center at Kadipiro Solo, Indonesia Maria Hidayati Kinerja Usaha Kecil dan Menengah (UKM) untuk mendorong keandalan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir (di sektor mikro). Jumlah dari produk domestik bruto diciptakan oleh kelompok ini pada tahun 2009 mencapai 56,7 persen dari PDB nasional secara total. (Tulus Tambunan, 2009) Nilai dari produk domestik bruto disumbangkan oleh usaha kecil dengan 41,1 persen dan menengah sebesar 15,6 persen. Pertumbuhan PDB UKM sejak tahun 2008 melebihi pertumbuhan nasional jumlah PDB pada jumlah pekerja di sektor UKM tercatat 79 juta pekerja. Dimana 70,3 juta di antaranya bekerja di sektor usaha kecil dan sisanya di sektor usaha menengah. Micro-indikator ekonomi menunjukkan UKM memberikan kontribusi penting mendukung perekonomian Indonesia. Distribusi geografis dari UKM di Indonesia menunjukkan 30 persen secara nasional dalam jumlah UKM di wilayah regional Jawa Tengah. UKM di Jawa Tengah tersebar di berbagai kluster; seperti ukiran kayu, batik, tenun, ukiran batu, logam cor, keramik & tembikar dan tenun. Dari setiap kluster tersebut didukung mayoritas dari industri kecil, yang mana mereka harus bekerja keras untuk menyiasati pasang surut volume permintaan produk mereka. Desain inovatif dan terobosan baru diperlukan untuk melakukan redesain atas produk mereka. Seperti halnya tren perubahan permintaan ekspor dibidang kerajinan unik berbahan limbah, jika sebelumnya tingkat permintaan model mebel berbahan limbah enceng gondok sangat tinggi dan digemari di Eropa dan Australia, namun nampaknya model mebel berbahan baku enceng gondok menyisakan berbagai permasalahan yang belum juga teratasi seperti jamur, pewarnaan dan ketahanan terhadap cuaca. Pemikiran pembaharuan muncul dari Sukoharjo, Ali Maksum salah satu pengusaha Mebel Sukoharjo yang lama berkecimpung dengan bahan2 mebel seperti rotan, pelepah pisang dan enceng gondok mulai melakukan terobosan dan pengujian membuat pilinan tali berbahan limbah kertas semen maupun limbah kertas pabrikan (kraf) yang ditangannya dapat disulap menjadi produk-produk mebel yang cantik yang tak kalah dengan mebel berbahan kayu jati. Varian produk yang dihasilkan saat ini seperti kursi makan, meja, kursi pantai, box susun, almari yang mana kesemuannya di ekspor ke luar negeri (100% ekspor), sementara pasar dalam negeri belum sempat tergarap. Minat akan produk-produk ini adalah pasar Eropa dan Asia Timur, mereka menyukai produk- produk furniture berbahan alam yang berbahan "recycle-reuse". Kendala saat ini adalah kesiapan bahan baku untuk menunjang permintaan pasar ekspor, dimana selama ini bahan baku dikejakan secara manual dan minimal menggunakan alat boor yang mempekerjakan penduduk di Boyolali sebagai bentuk kepedulian sosial Ali Maksum di daerahnya. Bahan baku untuk membuat mebel dari kayu atau rotan sebagai kerangka, kertas bekas dan bahan penolong untuk proses produksi dan finishing. Kayu dan rotan bahan baku yang melimpah mengingat lokasi UKM di rotan furnitur kayu industri /. Bahan yang digunakan kertas dipasok oleh pemasok di solo kota dari limbah pabrik (kraft sisa kertas) dan masyarakat sekitar UKM (kertas semen bekas, kertas koran yang digunakan). Ketersediaan bahan baku tidak bermasalah, karena dapat berlanjut dalam jangka panjang. Bahan tambahan seperti lem, pernis dan cat yang tersedia di pasar dengan harga terjangkau. Saat ini kendala kebutuhan bahan baku telah teratasi dengan adanya tim pengabdian masyarakat Polines dengan skim IBPE Dikti. Tim pengabdian masyarakat Polines telah selesai merancang model mesin pilin 10 line untuk menjawab kebutuhan UKM akan bahan baku tali kertas sepanjang 15 meter dengan diameter pilinan 2,5' dan 5'. Mesin seri pertama ini telah diujicobakan dapat menyelesakan tali 15mx10 dalam 12 detik sehingga memberikan nilai manfaat menujang keberlanjutan industri ini.